Panic Attack : Sensasi Serangan Jantung secara Psikologis

Jantung berdebar kencang, keringat bercucuran, tangan yang gemetaran, kata-kata yang tercekat di tenggorokan, seluruh atau sebagian tubuh terasa kebas dan sulit untuk bernafas hingga terlintas dalam pikiran bahwa ini adalah akhir dari hidup. Mungkin begitulah kiranya ketika seseorang mengalami serangan panik (panic attack). Orang-orang yang mengalami panic attack merasa dunia seperti berputar tapi tubuhnya seakan membeku tidak bisa bergerak. Perasaan-perasaan seperti “terjebak” dalam satu momen, suara-suara yang terdengar “berbahaya”, dan lampu-lampu yang terlalu benderang seakan membuat jantung semakin berdegup tidak karuan.

Mungkin teman, kerabat atau bahkan kamu familiar dengan gambaran tersebut, mungkin kamu/mereka sedang mengalami panic attack.

Panic attack atau yang biasa kita sebut dengan serangan panik adalah keadaan dimana seseorang merasa ketakutan secara tiba-tiba (spontan) serta mengalami sensasi fisik yang kuat, seperti jantung berdebar cepat, berkeringat, gemetar, pusing, takut kehilangan kendali, paresthesia, derealization atau depersonalization dan lainnya. Paresthesia adalah sensasi rasa dingin, gatal, panas atau kesemutan yang dialami secara spontan, sedangkan derealization atau depersonalization adalah perasaan tidak sadar atau terlepas dari diri sendiri, seakan-akan merasa seperti pengamat luar, robot, atau seolah berada dalam mimpi.

Sebagaimana tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-V), jika seseorang mengalami panic attack setidaknya satu bulan atau lebih dan disertai dengan rasa cemas, takut serta khawatir terhadap datangnya panic attack selanjutnya, maka orang tersebut dapat dikatakan mengalami gangguan panik (panic disorder). Panic attack bahkan dapat membuat seseorang merasa takut kehilangan kontrol atas dirinya, baik kontrol tubuh, pikiran maupun keadaan saat ini, sehingga biasanya orang tersebut menghindari hal-hal yang sekiranya dapat memicu panic attack, seperti menghindari hal-hal yang tidak biasa dilakukan agar tidak merasa panik.

Mungkin sebagian dari kita masih meremehkan panic attack itu sendiri. Kita tidak pernah menyangka panic attack yang terjadi secara spontan dan sering berulang dapat membawa seseorang dalam kecemasan. Pada tahap ini, orang-orang yang mengalami kecemasan merasa takut akan masa depan bahkan bisa jadi mereka menghindari situasi-situasi yang dapat membuat kepanikan dan kecemasan tersebut muncul kembali atau disebut dengan siklus panik (panic cycle). Hal ini sekaligus menjadi ciri utama gangguan panik (panic disorder) karena munculnya panic attack yang tidak terduga dan terus berulang.

Orang-orang dengan panic attack seringkali mengira dirinya terserang penyakit jantung (heart attack) karena gejala yang ditimbulkan keduanya hampir mirip. Jantung berdebar kencang, keringat bercucuran, gemetar, pusing, takut kehilangan kendali, sesak nafas, sensasi tercekik, nyeri bagian dada, mual, atau menggigil sehingga seseorang bisa hilang kontrol atas diri sendiri. Pada tingkat yang lebih parah, seseorang bisa sampai pingsan atau merasa akan mati. Panic attack bisa menjadi satu gangguan yang dapat menghambat aktivitas dan kinerja seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Bahkan seseorang bisa merasa malu dan rendah diri karena kehilangan kontrol atas dirinya. Panic attack disertai dengan meningkatnya intensitas perasaan cemas dan takut juga dapat menurunkan kualitas kehidupan sosial, karir dan keseluruhan kualitas hidup seseorang. Di negara Eropa, gangguan semacam ini termasuk salah satu gangguan kecemasan yang paling umum terjadi dengan tingkat kejadian gangguan (prevalensi) dalam satu populasi mencapai 2-3% dalam satu tahun. Prevalensi yang cukup tinggi setelah social anxiety disorder, posttraumatic stress disorder dan generalized anxiety disorder.

Penyebab Panic attack

Sampai sekarang penyebab panic attack masih belum diketahui dengan jelas. Namun, beberapa penelitian menyebutkan penyebab serangan panik, diantaranya faktor genetik, ketidakseimbangan senyawa-senyawa kimia dalam tubuh (chemical imbalance) termasuk kelainan pada asam gamma-aminobutyric, kortisol dan serotonin. Orang-orang yang mengalami panic attack cenderung menunjukkan penurunan mekanisme neurokimia sehingga menghambat produksi serotonin serta adanya defisiensi endogenous opioids (penghilang rasa sakit) dalam tubuh.

Orang-orang yang memiliki panic attack biasanya memiliki beberapa gangguan medis seperti gangguan kardiovaskular, pernafasan, gastrointestinal dan gangguan medis lain yang cukup tinggi. Panic attack rata-rata dialami oleh wanita di usia pertengahan sampai akhir 20-an.

Panic attack juga dapat disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan psikologis dan sosial. Secara psikologis, panic attack dan panic disorder mencerminkan perasaaan “ketakutan akan ketakutan itu sendiri”. Panic attack juga dapat disebabkan oleh kejadian traumatis, misalnya seseorang mengalami panic attack setelah mengalami kecelakaan saat menyetir mobil. Selain itu, panic attack juga dapat disebabkan oleh stres, kafein berlebih, penyalahgunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol.

Jika di dunia medis mengenal serangan jantung (heart attack), di dalam dunia psikologi, kami mengenal panic attack. Keduanya bahkan memiliki gejala yang mirip sehingga banyak orang yang memutuskan untuk mendapat perawatan medis ketimbang perawatan dari profesional kesehatan mental.

Panic attack bukan merupakan serangan yang bisa diremehkan begitu saja apalagi ketika serangan ini datang berkali-kali. Jika ada temanmu atau kerabat lain mengalami panic attack, jangan pernah abaikan mereka. Selalu dampingi dan dengarkan dengan sabar apapun yang ia katakan dan rasakan. Dan jika kamu sedang mengalami panic attack, cobalah pelan-pelan kuasai dirimu sendiri. Atur nafasmu secara perlahan hingga mengikuti ritme jarum jam. Perlahan kuasai pula perasaanmu. Tanamkan dalam diri bahwa kamu aman dan tidak akan terjadi bahaya apapun. Mungkin panic attack seperti pertempuran dengan diri sendiri. Pertempuran yang sangat melelahkan, tapi ingatlah bahwa dirimu akan baik-baik saja.

Isnaniar Noorvitri

She writes mostly in relationship and compassion. Meet her at instagram @isnaniarr

Previous
Previous

Perempuan dan Patah Hati

Next
Next

Pelecehan Seksual: Diam atau Angkat Bicara?