Direktori Psikologi: Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)

Definisi

Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan gangguan yang terjadi pada seseorang setelah mengalami atau menyaksikan kejadian mengerikan, mengejutkan atau berbahaya. PTSD tidak seperti ketakutan biasa yang dialami seseorang ketika mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis. Akan tetapi, orang yang mengalami PTSD akan merasakan reaksi negatif yang dapat bertahan hingga 1 bulan lamanya setelah mengalami atau menyaksikan kejadian traumatis tersebut. Mengetahui kerabat dekat mengalami kekerasan atau meninggal secara tiba-tiba atau terpapar berulang-ulang pada rincian kejadian traumatis juga dapat mengalami PTSD.

Fakta

  1. Veteran tentara yang bertugas di medan perang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami PTSD. Hal tersebut karena veteran perang banyak menyaksikan pembunuhan dan kematian.

  2. Seseorang yang pernah mengalami PTSD memiliki kemungkinan 80% lebih tinggi untuk memiliki gejala gangguan mental lainnya, seperti depresi, bipolar atau gangguan kecemasan.

  3. PTSD lebih banyak terjadi pada wanita, tapi pria juga bisa mengalami PTSD.

Penyebab

PTSD dapat disebabkan oleh keterpaparan pada kematian atau kejadian yang mendekati kematian, luka serius atau kekerasan seksual. Keterpaparan tersebut dapat dialami dalam satu atau beberapa situasi seperti:

  1. Mengalami sendiri kejadian traumatis tersebut. Contohnya terlibat kecelakaan bermotor fatal.

  2. Menyaksikan orang lain mengalami kejadian tersebut. Contohnya menyaksikan anggota keluarga tenggelam.

  3. Mengetahui kerabat dekat mengalami kekerasan atau meninggal secara tiba-tiba. Contohnya anggota keluarga yang meninggal karena bencana alam.

  4. Keterpaparan berulang-ulang pada rincian kejadian traumatis. Contohnya tentara yang ditugaskan di daerah konflik.

Gejala

Seseorang dengan PTSD akan mengalami kemunculan gejala khas yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Gejala-gejala tersebut muncul setelah mengalami kejadian traumatis.

Untuk orang dewasa, remaja, dan anak-anak di atas 6 tahun:

  1. Seseorang dengan PTSD akan teringat dengan memori negatif dan mimpi buruk tentang kejadian traumatis. Pada anak di atas 6 tahun, pola bermain yang berulang-ulang, misalnya berulang-ulang memperagakan adegan berkelahi, mungkin akan muncul. Pada pola bermain berulang tersebut tema atau aspek dari kejadian traumatis akan diekspresikan oleh anak. Mimpi buruk yang muncul pada anak juga bisa berbentuk mimpi menyeramkan tanpa tema tertentu.

  2. Seseorang dengan PTSD akan mengalami reaksi yang membuatnya merasa atau berperilaku seolah-olah kejadian traumatis terjadi kembali. Tingkatan paling ekstrem dari reaksi tersebut terjadi ketika seseorang kehilangan kesadaran atas apa yang ada di sekelilingnya. Pada anak-anak, mereka dapat memeragakan kembali hal-hal yang berhubungan dengan kejadian tersebut ketika bermain.

  3. Seseorang dengan PTSD akan merasa tidak nyaman dan mengalami reaksi tubuh yang intens dan bertahan lama. Contohnya adalah jantung berdebar atau berkeringat. Reaksi tersebut muncul ketika bertemu tanda internal (contoh: ingatan) atau tanda eksternal (contoh: tempat) yang mengingatkan atau menyerupai aspek dari kejadian traumatis.

Seseorang yang mengalami PTSD juga akan menghindari hal-hal yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Penghindaran tersebut muncul setelah mengalami kejadian traumatis dan ditandai dengan hal-hal berikut, yaitu:

  1. Penghindaran atau berusaha untuk menghindari ingatan, pemikiran, atau perasaan tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kejadian traumatis tersebut.

  2. Penghindaran atau berusaha untuk menghindari orang, tempat, atau percakapan yang menimbulkan rasa tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kejadian traumatis.

Seseorang dengan PTSD mengalami perubahan negatif pada cara berpikir dan suasana hati yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Perubahan tersebut bermula atau memburuk setelah mengalami kejadian traumatis.

  1. Amnesia psikologis yang tidak disebabkan oleh benturan di kepala, konsumsi alkohol, atau obat-obatan.

  2. Harapan dan kepercayaan yang keliru dan berlebihan mengenai diri sendiri, orang lain atau dunia. Contohnya merasa diri sendiri tidak berguna atau merasa tidak ada orang lain yang peduli padanya. Orang dengan PTSD juga dapat merasa ditinggalkan dan dijauhi orang lain.

  3. Pemikiran tidak tepat tentang penyebab atau konsekuensi dari kejadian traumatis. Pemikiran tersebut menyebabkan orang dengan PTSD menyalahkan diri sendiri atau orang lain terkait kejadian traumatis yang terjadi.

  4. Kondisi emosional negatif yang bertahan lama (rasa takut, marah, bersalah atau malu) dan kesulitan merasakan emosi positif dalam waktu lama.

  5. Penurunan minat atau partisipasi pada kegiatan tertentu.

Seseorang dengan PTSD mengalami perubahan pada caranya bereaksi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Perubahan tersebut bermula atau memburuk setelah mengalami kejadian traumatis, yang ditandai oleh tanda-tanda berikut:

  1. Cepat marah dan mengalami ledakan emosi, dengan sedikit atau tanpa provokasi sama sekali. Ledakan emosi atau kemarahan tersebut diekspresikan dengan perkataan atau perilaku agresif kepada orang lain atau objek tertentu.

  2. Gegabah atau melakukan perilaku yang merusak diri sendiri.

  3. Meningkatnya sensitivitas sensor tubuh (hypervigilance) seperti mudah terkejut, pupil membesar, atau meningkatnya detak jantung.

  4. Mengalami masalah dalam berkonsentrasi dan gangguan tidur.

Gejala-gejala di atas harus dialami selama lebih dari 1 bulan untuk dapat menegakkan diagnosis. Diagnosis harus dilakukan oleh tenaga profesional seperti psikolog/psikiater. Gangguan yang terjadi dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sosial atau pekerjaan. Gangguan tersebut juga tidak disebabkan oleh efek pengonsumsian alkohol, obat-obatan, atau kondisi medis lainnya.

Untuk Anak-Anak Berusia 6 Tahun Ke Bawah:

Gejala PTSD pada anak berusia 6 tahun atau kurang pada dasarnya sama dengan gejala orang dewasa, remaja, atau anak di atas 6 tahun. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang membedakan gejala tersebut, di antaranya:

  1. Penyaksian atau pengetahuan mengenai kejadian traumatis yang terjadi pada orang lain akan lebih berpengaruh jika terjadi pada orang tua atau pengasuh utama. Misalnya menyaksikan kecelakaan pada ayah atau mengetahui ibu mengalami kekerasan.

  2. Ingatan negatif dan mimpi buruk yang muncul terkait kejadian traumatis dapat diperagakan oleh anak saat bermain. Begitu pula dengan reaksi seolah mengalami kejadian traumatis juga dapat diperagakan.

  3. Perubahan dalam perilaku berupa kehilangan minat atau partisipasi pada kegiatan tertentu juga terlihat dari perilaku membatasi permainan yang dilakukan.

  4. Menarik diri.

  5. Jarang mengekspresikan emosi positif.

  6. Gangguan yang dialami mengakibatkan terganggunya hubungan dengan orang tua, saudara, teman sebaya, pengasuh, atau perubahan pada perilaku di sekolah.

Penyebab

Faktor Sebelum Mengalami Trauma

Emosional:

  • Pernah mengalami masalah emosional di masa kanak-kanak sebelum usia 6 tahun. Masalah emosional tersebut termasuk pernah mengalami kejadian traumatis sebelumnya yang menimbulkan gangguan emosional.

  • Pernah mengalami gangguan mental.

Lingkungan:

  • Tingkat ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah atau pernah mengalami trauma sebelumnya terutama saat kecil.

  • Kesulitan yang dialami saat kecil, termasuk keluarga yang tidak berfungsi dengan baik atau perceraian orang tua.

  • Karakteristik budaya, misalnya budaya yang mengajarkan untuk menyalahkan diri sendiri atau orang lain.

  • Tingkat kecerdasan rendah.

  • Status ras/etnis minoritas.

  • Riwayat gangguan mental yang pernah dialami anggota keluarga.

Fisiologis dan genetis:

  • Jenis kelamin, usia yang masih muda saat terpapar kejadian traumatis, dan jenis gen tertentu.

Faktor Saat Mengalami Trauma

Lingkungan:

  • Tingkat keterpaparan pada kejadian traumatis. Semakin ekstrem keterpaparan yang dirasakan, semakin besar kemungkinan untuk mengalami PTSD.

  • Merasa hidup terancam.

  • Cedera personal, misalnya patah kaki.

  • Kekerasan yang dilakukan orang lain terutama yang dilakukan oleh pengasuh, atau menyaksikan pengasuh mengalami ancaman.

  • Bagi anggota militer termasuk di antaranya menjadi eksekutor, menyaksikan kekejaman atau membunuh musuh.

  • Respon yang muncul saat trauma dan tetap bertahan setelah trauma berakhir.

Faktor Setelah Mengalami Trauma

Emosional

  • Penilaian negatif yang diterima, seperti dianggap sebagai penyebab kejadian traumatis terjadi.

  • Strategi mengatasi stres (coping) yang tidak tepat, seperti menghindari hal-hal yang berhubungan dengan kejadian traumatis.

  • Pengembangan gangguan mental lainnya seperti gangguan stres akut.

Lingkungan

  • Kembali terpapar secara berulang-ulang pada sesuatu yang mengingatkan kejadian tidak menyenangkan yang pernah dialami.

  • Pengalaman hidup merugikan yang terjadi setelah mengalami kejadian traumatis.

  • Kerugian finansial atau kerugian lainnya yang berkaitan dengan kejadian traumatis yang dialami.

 Terapi

1. Trauma-Focused Cognitive Behavioral Therapy (TF-CBT)

CBT merupakan metode terapi yang digunakan untuk mengenali pemikiran, perasaan dan perilaku yang kurang tepat tentang suatu hal. Pengenalan tersebut akan digunakan untuk memahami bagaimana ketiga hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam CBT yang berfokus pada trauma, seseorang akan dilatih untuk mengenali pemikiran, perasaan, dan perilaku terkait trauma yang terjadi. Sehingga orang tersebut akan dapat mengelola reaksinya terhadap trauma tersebut dengan lebih baik.

2. Cognitive Processing Therapy (CPT)

CPT dilakukan untuk mengubah cara berpikir seseorang mengenai trauma yang dialami. Pada CPT, seseorang akan diminta menuliskan rincian mengenai trauma yang dialami untuk membantu mengidentifikasi pola pemikirannya. Kemudian orang tersebut akan diarahkan untuk mengubah pola pemikiran tersebut agar dapat memandang trauma dari sisi yang lebih positif.

3. Prolonged Exposure Therapy (PE)

Pada PE, seseorang akan diminta untuk menuliskan hal-hal apa saja yang selama ini dihindari sejak mengalami trauma. Selanjutnya orang tersebut akan diajarkan teknik bernapas untuk meringankan kecemasan yang hadir saat menghadapi apa yang ia hindari selama ini. Lalu satu persatu hal-hal yang dihindari akan dimunculkan dan orang tersebut akan dibantu menghadapi hal-hal tersebut.

4. Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR)

Pada EMDR, seseorang akan diminta untuk mengikuti gerakan sesuatu secara bolak-balik dengan matanya saat membicarakan trauma yang dialami. Terapi ini bertujuan untuk membantu seseorang fokus pada hal lain selain trauma yang dialami. EMDR akan terus dilakukan sampai orang tersebut terbiasa membicarakan trauma yang dialami.

  1. Farmakoterapi

Terdapat beberapa obat antidepresan yang dapat dikonsumsi oleh orang dengan PTSD untuk membantu meringankan gejala-gejalanya. Selalu konsultasikan gangguan Anda dengan psikiater/psikolog sebelum mengonsumsi obat-obatan tersebut.

 Catatan

Direktori Psikologi adalah informasi lengkap mengenai gangguan mental yang terdiri dari pembahasan definisi, gejala hingga metode treatment. Semua yang tercantum di direktori ini semata hanya untuk keperluan penambahan pengetahuan. Perlu diketahui, diagnosis gangguan mental tidak bisa diidentifikasi hanya berdasarkan satu atau dua gejala yang dialami. Diagnosis gangguan mental hanya dapat dilakukan oleh psikolog atau psikiater. Jika merasa diri sendiri atau orang terdekat mengalami gejala yang ada disarankan untuk menemui psikolog/psikiater terdekat.

Ayu Yustitia

Psychology graduate. When she’s not busy writing about how to understand mind and soul, she reviews makeup and skincare at senandikaayu.wordpress.com

Previous
Previous

Cerita Kami: Pulang di Hari Raya Hanya Menambah Luka

Next
Next

Direktori Psikologi: Borderline Personality Disorder