Ketika Kehampaan Menguasai Hidup Kita
Pada suatu titik, kita tentu pernah merasakan kehampaan atau kejenuhan pada hidup. Ini merupakan hal yang wajar dialami semua orang. Hal yang membedakan antara satu orang dan yang lain adalah kadar tinggi rendahnya kehampaan yang dirasakan.
Pada bulan Agustus 2018 lalu, Pijar Psikologi melakukan penelitian mengenai pengalaman ‘emptiness’ atau kehampaan pada mahasiswa dan masyarakat umum di Indonesia. Sebanyak 19% dari partisipan memiliki skor emptiness sedang, 16% memiliki skor emptiness tinggi, dan 10% partisipan memiliki skor emptiness yang sangat tinggi. Hasilnya, secara umum 1 dari 3 orang di Indonesia sedang mengalami kehampaan dengan skor yang tinggi dalam hidupnya.
Hal Umum Namun Krusial
Banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang merasakan kehampaan dalam hidupnya. Faktor dari luar diri, misalnya karena kehilangan seseorang yang disayangi, adanya perubahan hidup secara drastis, atau terabaikan pada masa kecil. Namun, kehampaan bisa disebabkan faktor internal, misalnya karena mengabaikan diri sendiri. Kesibukan pada pekerjaan, misalnya, membuat kita tidak lagi mendengarkan keinginan diri sendiri. Akibatnya, kebutuhan emosional diri menjadi terabaikan dan menyebabkan hilangnya ‘semangat hidup’. Terbiasa mengabaikan emosi-emosi diri, dapat membuat kita akhirnya ‘tidak merasakan’ bahagia atau sedih, sehingga berujung pada perasaan kosong dalam diri.
Meski umum dirasakan setiap orang dalam hidupnya, namun efek dari kehampaan bisa berbeda-beda. Kehampaan yang dibiarkan berlarut-larut dapat memicu pikiran negatif seperti perasaan tidak berharga, merasa tidak mempunyai tujuan hidup, dan merasa tidak berdaya. Hal ini membuat perasaan hampa tidak boleh dibiarkan berlarut dan harus segera dicari solusinya.
Dua Mata Pisau
Kehampaan sering dikaitkan sebagai simptom dari depresi. Dalam keadaan depresi, seseorang bisa tidak lagi merasakan kesedihan dan emosi lainnya, tetapi kehampaan. Kehampaan juga dikaitkan dengan rasa rendah diri yang bisa mengarah pada perilaku impulsif. Hal ini bisa terjadi saat seseorang mengisi ‘kekosongan’ yang dirasakannya dengan hal-hal yang menyenangkan yang sifatnya sementara, misalnya berbelanja dengan impulsif dan minum alkohol. Alih-alih menyelesaikan akar permasalahan yang sebenarnya, seseorang dapat kecanduan dengan kebahagiaan singkat tersebut.
Menyadari bahwa keadaan diri sedang dalam ‘kehampaan’ sebenarnya merupakan satu langkah yang baik. Menyadari bahwa kita sedang tidak baik-baik saja, bisa membuat kita bersiap mengambil langkah selanjutnya. Keadaan hampa juga bisa menyadarkan bahwa sebaiknya kita tidak berlama-lama di posisi tersebut. Kehampaan juga merupakan tanda bahwa ada yang salah dengan cara atau tujuan hidup kita. Misalnya, saat kita terlalu memforsir diri untuk bekerja, dan mengabaikan sinyal yang diberikan tubuh kita. Sama seperti tubuh yang memerlukan asupan gizi yang cukup dan seimbang, begitu juga dengan jiwa. Bagaimanapun, kita memerlukan hidup yang seimbang, yang memenuhi tiap-tiap kebutuhan emosional diri.
Kehampaan bisa memotivasi diri untuk berubah dan keluar dari keadaan yang menjenuhkan. Bagaimanpun tujuan hidup kita, semua tergantung pada bagaimana menjalaninya. Apa yang terjadi dalam diri, sebenarnya merupakan alarm yang membantu kita dalam menjaga kesehatan mental dan fisik. Oleh sebab itu, menyadari keadaan diri penting untuk selanjutnya menyusun strategi dalam menghadapi tantangan hidup