LIPUTAN: Mengenal Kesepian, Mengakhiri Sepi yang Perlahan Menggerogoti
Sabtu (28/18) Pijar Psikologi mengadakan kelas keenamnya di Sinergi Cowork & Network Space. Kelas bertema “Mengenal Kesepian” ini menghadirkan Rukiana Hutagalung, M.Psi., Psikolog sebagai pembicara. Menurut Pijar, kesepian merupakan masalah yang cukup serius dan dapat dialami sebagian besar manusia.
Ani, salah satu peserta mengatakan bahwa kelas ini dapat memfasilitasi orang dengan kegelisahan serupa untuk saling memberi dukungan. “Rasanya seperti, saya sakit dan bertemu dengan dokter, saya jadi tahu cara mengobatinya,” ujarnya. Sementara Budi, peserta merasa bahwa kelas ini cukup baik, tetapi waktunya tergolong singkat. “Memang belum dapat menuntaskan permasalahan saya secara pribadi, tetapi cukup membuka jalan ke arah sana,” tuturnya.
Rukiana atau yang biasa disapa Uki menegaskan, kesepian merupakan pengalaman pribadi yang sifatnya sangat personal. Setiap orang memiliki cara merasakan dan menghadapi kesepian yang berbeda-beda. “Terserah kita juga, akan mengasosiasikan sepi menjadi hal negatif atau positif,” ujarnya.
Kesepian merupakan rasa cemas karena merasa kurang terkoneksi secara sosial atau tidak terpenuhinya kehangatan pada diri seseorang. Kesepian dapat timbul karena beberapa hal, yaitu faktor situasional, personal, dan kombinasi keduanya. Uki menjelaskan, penyebab situasional bisa berupa rasa terasing dari hubungan sosial karena adanya perpindahan ke tempat baru atau terisolasi. Sementara faktor personal dapat berupa pengalaman ditinggalkan, rasa rendah diri, maupun rendahnya ketrampilan sosial. “Nah, untuk lemahnya ketrampilan sosial, terlalu banyak menggunakan sosial media juga dapat menjadi salah satu penyebabnya,” terangnya.
Seringkali, seseorang yang merasa kesepian mengalihkan perasaannya dengan cara memadatkan aktivitas sehari-harinya. Namun demikian, perilaku ini justru akan membuat orang tersebut sulit puas dengan apa yang ia raih. Uki menjelaskan, kesepian dan padatnya aktivitas memiliki domain yang berbeda, sehingga tidak dapat saling mengisi. “Kesepian itu masalah rasa, aktivitas padat itu ranahnya kognitif, keduanya tidak terhubung. Sama seperti kita memiliki dua gelas, satunya gelas perasaan, satunya gelas kognitif. Meskipun kita mengisi gelas kogntif sampai luber, gelas perasaan akan tetap kosong,” jelasnya.
Berpikir positif juga merupakan salah satu hal yang sering digaung-gaungkan ketika seseorang menghadapi masalah seperti kesepian. Menurut Uki, tidak semua orang langsung siap untuk berpikir positif setelah mengalami perasaan ditinggalkan dan tidak dibutuhkan. “Setelah menghadapi pengalaman negatif, ada proses namanya penerimaan dan melepaskan, baru setelah itu bisa berpikir positif. Kalau prosesnya melompat, itu namanya denial, penyangkalan,” tegasnya.
Uki memberi beberapa tips untuk mengurangi dan mencegah kesepian, salah satunya dengan mengurangi ekspektasi dan harapan pada diri sendiri dan orang lain. “Mengurangi ekspektasi itu untuk mengurangi tekanan dan beban pada diri, sehingga kita lebih nyaman untuk bersikap dengan orang lain,” ujarnya. Uki menambahkan, lebih menghargai diri sendiri juga merupakan hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kesepian. “Buka diri dan berceritalah pada orang lain. Sadari kapasitas kelemahan dan kelebihan kita, terima dan hargai itu. Sampaikan terimakasih pada diri atas pencapaian dan proses yang sudah pernah kita lalui,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, Uki juga memberi kesempatan pada peserta untuk saling berbagi mengenai kisah dan makna kesepian bagi mereka. “Setiap perasaan itu berhak dirasakan dan dimaknai. Kesepian juga memiliki sisi yang mengajarkan tentang kebaikan dunia,” pungkasnya.