Fakta dan Mitos tentang Pedofilia

Pedofilia seringkali dikaitkan dengan kejahatan seksual terhadap anak. Berita yang beredar cenderung menyamaratakan pelaku kejahatan seksual terhadap anak sebagai orang dengan pedofilia. Perlu diketahui pedofilia dan kejahatan seksual terhadap anak adalah 2 hal yang berbeda. Selain pemahaman tersebut, masih terdapat banyak pemahaman lainnya yang kurang tepat mengenai pedofilia. Berikut adalah fakta dan mitos tentang gangguan pedofilia.

Orang dengan Pedofilia Pasti Melakukan Kejahatan Seksual Terhadap Anak Prapubertas.

Mitos. Jika merujuk pada Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder V (DSM V), sebuah panduan diagnosis gangguan mental, pedofilia dan kejahatan seksual terhadap anak adalah 2 hal yang berbeda. Pedofilia dikategorikan sebagai orientasi seksual. Sementara itu kejahatan seksual terhadap anak adalah aktivitas seksual dengan anak yang merupakan perbuatan melanggar hukum.

Orang dengan orientasi seksual pedofilia memiliki ketertarikan terhadap anak prapubertas, namun tidak melakukan aksi terkait ketertarikan seksualnya terhadap anak. Orang dengan orientasi seksual pedofilia juga memahami bahwa melakukan aktivitas seksual dengan anak prapubertas adalah hal yang salah dan berusaha untuk menjauhi aktivitas tersebut. Sementara itu, pelaku kejahatan seksual terhadap anak adalah orang yang sudah melakukan aksi seksual terhadap anak, yang merupakan perbuatan melanggar hukum. Contohnya pencabulan.

Baca juga Direktori Psikologi Gangguan Pedofilia

Di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Perancis, kampanye mengenai perbedaan pedofilia sebagai orientasi seksual dan kejahatan seksual sudah marak diselenggarakan. Bahkan sudah ada beberapa asosiasi dan support group untuk memberikan dukungan bagi orang-orang dengan orientasi seksual pedofilia. Beberapa di antaranya adalah The Blue Angel Association dan Virtuous PedophilesDukungan diberikan agar orang dengan orientasi seksual pedofilia terhindar dari perbuatan melanggar hukum seperti kejahatan seksual terhadap anak.

Orang yang Melakukan Kejahatan Seksual Terhadap Anak Prapubertas Pasti Memiliki Pedofilia.

Mitos. Pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak semuanya memiliki pedofilia. Terdapat beberapa alasan lain yang mendasari orang tanpa pedofilia melakukan kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur. Beberapa di antaranya adalah karena anak prapubertas dianggap sebagai target yang mudah dan rapuh. Ada pula yang melakukan kejahatan seksual terhadap anak karena pelaku merupakan seseorang yang senang mengeksplorasi seksualitasnya. Sehingga kita tidak bisa menggeneralisasi orang yang melakukan kejahatan seksual terhadap anak merupakan orang dengan pedofilia.

Orang dengan Pedofilia Merupakan Homoseksual.

Mitos. Pedofilia tidak berhubungan dengan homoseksualitas, meskipun terdapat beberapa orang dengan pedofilia yang hanya tertarik dengan anak dengan jenis kelamin sama. Akan tetapi, sebenarnya orang dengan pedofilia juga memiliki preferensi seperti orang pada umumnya. Misalnya sebagian orang suka dengan perempuan dengan rambut panjang, sebagian lainnya suka dengan perempuan dengan rambut pendek. Orang dengan pedofilia juga demikian.

Sebagian orang dengan pedofilia suka dengan anak perempuan saja, ada pula yang suka dengan anak laki-laki saja, ada juga yang tidak pilih-pilih jenis kelamin. Sebagian dari mereka lebih menyukai anak-anak yang belum puber, ada pula yang menyukai anak-anak yang hampir puber. Jadi tidak ada kriteria khusus jika seseorang dengan pedofilia hanya menyukai anak sesama jenis saja.

Orang dengan Pedofilia Semuanya Laki-Laki.

Mitos. Pada DSM V disebutkan tidak hanya laki-laki yang memiliki pedofilia. Jumlah orang dengan pedofilia memang belum bisa dipetakan dengan pasti, namun estimasinya adalah 3%-5% dari populasi laki-laki merupakan orang dengan pedofilia. Sementara wanita dengan pedofilia lebih sulit diprediksi jumlahnya, namun diperkirakan lebih sedikit dari laki-laki dengan pedofilia. Salah satunya adalah Emma Artless yang secara terbuka menceritakan pengalamannya sebagai perempuan dengan pedofilia.

Pernah Menjadi Korban Kejahatan Seksual di Masa Lalu Adalah Penyebab Seseorang Mengalami Pedofilia.

Belum tentu. Beberapa penelitian memang menyebutkan orang dengan pedofilia pernah menjadi korban kejahatan seksual di masa kanak-kanak. Akan tetapi, pengalaman tersebut tidak menjadi satu-satunya penyebab seseorang bisa menjadi pedofilia.

Faktanya, belum ditemukan penyebab pasti mengapa seseorang bisa menjadi pedofilia. Beberapa penelitian menemukan orang dengan pedofilia memiliki ibu dengan riwayat gangguan psikiatrik. Ada pula yang menunjukkan bahwa orang dengan pedofilia pernah mengalami cedera kepala serius ketika berusia di bawah 6 tahun. Ada pula penelitian yang menemukan orang dengan pedofilia mengalami kelainan saraf dan otak. Untuk itu, kita tidak bisa menarik kesimpulan bahwa pengalaman mengalami kejahatan seksual merupakan satu-satunya penyebab orang memiliki pedofilia.

Orang dengan Pedofilia Tidak Bisa Tertarik dengan Orang Dewasa.

Mitos. Orang dengan pedofilia banyak yang bisa menikah dan memiliki anak dengan bahagia. Mereka juga dapat mencintai orang dewasa dengan baik dan memiliki kehidupan seks yang tidak bermasalah. Pendiri asosiasi pedofilia Virtuous Pedofile sendiri adalah 2 laki-laki yang mengakui memiliki orientasi seksual pedofilia namun bisa berkeluarga dan memiliki anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang dengan pedofilia tidak hanya tertarik dengan anak prapubertas, namun juga bisa tertarik dengan orang dewasa.

Orang dengan Pedofilia Tidak Bisa Dipulihkan.

Fakta. Pedofilia tidak bisa 100% dipulihkan. Pedofilia merupakan orientasi seksual yang dirasakan dalam jangka waktu lama dan tidak dapat diubah. Sampai saat ini, belum ditemukan terapi yang aman dan efektif untuk mengubah orientasi seksual seseorang. Gangguan neuropsikologis pada otak orang dengan pedofilia membuktikan orientasi seksual tersebut tidak bisa diubah, karena merupakan sesuatu yang memang sudah terbentuk demikian. Akan tetapi, seseorang yang memiliki orientasi seksual pedofilia dapat belajar hidup dan menerima kondisinya dibantu dengan support group yang ada. Selain itu, jika orang dengan pedofilia merasa kesulitan mengelola hasrat seksualnya, maka ia dapat melakukan terapi dengan psikolog/psikiater. Terapi tersebut bertujuan untuk mengubah pola pikirnya terhadap anak-anak, sehingga terhindar dari perbuatan melanggar hukum.

***

Membedakan orang yang memiliki orientasi seksual pedofilia dengan pelaku kejahatan seksual terhadap anak memang sulit. Akan tetapi, secara keilmuan kita tidak bisa menyamaratakan mereka. Memahami bahwa terdapat orang dengan pedofilia yang tidak pernah menyentuh anak prapubertas akan membantu kita untuk lebih terbuka menerima mereka. Orientasi seksual merupakan sesuatu yang tidak bisa dipilih, namun bukan berarti orang dengan pedofilia adalah orang jahat. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan agar orang dengan pedofilia bisa hidup tenang dan terhindar dari perbuatan melanggar hukum.

Ayu Yustitia

Psychology graduate. When she’s not busy writing about how to understand mind and soul, she reviews makeup and skincare at senandikaayu.wordpress.com

Previous
Previous

Cyber Disorder: Pesan dari Dunia Maya untuk Kesehatan Mental

Next
Next

Masturbasi, Hal Tabu yang Semua Orang Sudah Tahu