Memahami Konsep Kebahagiaan Martin Seligman

unsplash-image-Esgna_yA02Y.jpg

Siapa yang tidak mendambakan kebahagiaan dalam hidup? Kita sebagai manusia tentunya mendambakan kebahagiaan secara utuh dalam hidup. Tidak bisa dipungkiri kebahagiaan adalah faktor penting dalam kehidupan manusia. Namun, apakah kita tahu betul apa itu kebahagiaan?

Kebahagiaan dapat ditandai dengan adanya kondisi psikologis yang positif didukung dengan tingkat emosi positif yang tinggi dan tingkat emosi negatif yang rendah. Banyak cara dilakukan oleh kita untuk mencapai sebuah kebahagiaan. Namun, kebahagiaan juga bisa bersifat sementara, artinya kebahagiaan tersebut tidak benar-benar membuat kita bahagia atau kebahagiaan tersebut hanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Hal itu membuat kita melakukan upaya apapun untuk mencari kebahagiaan yang sebenarnya/autentik.

Martin Seligman, seorang tokoh yang bergelut dalam psikologi positif menyatakan dalam bukunya yang berjudul Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment bahwa kebahagiaan autentik berasal dari hasil penilaian diri atau hasil mengidentifikasi dan menumbuhkan kekuatan fundamental (yang terkait dengan emosi positif). Seligman kemudian merumuskan suatu konsep dari hasil studinya terkait kebahagiaan autentik  (authentic happiness) bahwa kebahagiaan terkait erat dengan enam nilai. Enam nilai tersebut menunjukkan bahwa kebahagiaan dapat diajarkan dan dipelajari untuk membantu seseorang mencapai kebahagiaan yang sebenarnya.

1. Kebijaksanaan dan Pengetahuan (Virtue of Wisdom and Knowledge)

Kebahagiaan bisa dicapai melalui rasa syukur yang timbul sebagai hikmah dari pembelajaran seumur hidup terhadap kehidupan itu sendiri. Belajar tentang apa dan siapa saja yang ada di lingkungan sekitar, pada bumi tempat kita dilahirkan dan pada orang-orang yang berada di lingkungan sosial kita. Pengetahuan tersebut akan menjadi pondasi kita dalam menumbuhkan keingintahuan untuk mempelajari dan mengenali lebih dalam terkait apapun yang menarik bagi kita. Keingintahuan dan ketertarikan tersebut akan membuat kita semakin mencintai apa yang kita cintai dan menemukan banyak kebahagiaan serta kebijaksanaan yang terselip di dalamnya. Dengan berinteraksi dengan segala aspek kehidupan, kita akan berkembang menjadi pemikir yang kritis, cerdik, serta mampu memberikan perspektif objektif yang berguna untuk memecahkan suatu masalah. Dengan begitu, kita akan menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Kita akan mampu mencapai kebahagiaan karena kita telah nyaman dan paham terhadap apa dan siapa diri kita, serta bagaimana lingkungan di sekitar kita.

Baca juga: Doa, Optimisme dan Kebahagiaan di sini. 

2. Semangat dan Gairah (Virtue of Courage)

Dalam hidup, seringkali kita dihadapkan pada tantangan dan hambatan yang terkadang mampu melemahkan kita sebagai manusia. Namun, keberanian, semangat, ketekunan dan integritas adalah bekal dalam mencapai kebahagiaan yang sebenarnya. Hal yang wajar apabila kita merasa down ketika dihadapkan pada tantangan dan hambatan yang bertubi-tubi. Namun, perlu diingat bahwa keberanian kitalah yang akan menguatkan kita lagi. Tidak perlu menyerah bahkan mundur dari semua tantangan, ancaman, rasa sakit, atau kesulitan apapun. Hal yang perlu dilakukan adalah tetap berjuang dengan tekun. Selesaikan apa yang kamu mulai. Lakukan apa yang telah kamu janjikan, tentunya dengan cara yang fleksibel, realistis dan jujur. Dengan begitu, kita akan mampu menjadi pribadi yang tangguh dan kebahagiaan mungkin kita dapatkan di akhir perjuangan kita. Orang-orang yang bahagia bukan berarti tidak pernah dihadapkan pada kesulitan-kesulitan. Namun, mereka menghadapinya dengan tangguh yang akhirnya membuat mereka menjadi pribadi yang berani, kuat dan membumi bersama leburnya ketakutan mereka.

3. Kemanusiaan dan cinta (Virtue of Humanity and Love)

Kebahagiaan juga tidak lepas dari peran orang-orang di sekitar kita. Tidak ada satu orangpun yang dapat hidup sendirian di dunia ini. Seligman menyatakan untuk dapat mencapai kebahagiaan terdapat nilai-nilai kemanusiaan dan cinta. Nilai tersebut dapat diartikan sebagai manusia hendaknya memupuk kebaikan dan kedermawanan dalam kehidupan. Kebaikan dan kedermawanan akan membawa hubungan harmonis dengan orang-orang di sekitar kita. Tanamkan sikap mengasihi, mencintai, rasa empati kepada sesama. Jangan ragu untuk mulai menebar kebaikan walaupun terlihat sangat sederhana, misalnya menebar senyum dan menyapa tetangga. Bisa jadi dari perihal sederhana itu, kebahagian akan muncul di benak orang yang kita sapa yang mungkin sedang dirundung duka. Tidak hanya orang lain saja, kebaikan juga perlu kita mulai dengan diri sendiri. Mencintai dan merawat diri seutuhnya juga bisa menjadi sumber kebahagiaan yang sebenarnya. Tidak lupa untuk kita bersikap terbuka terhadap datangnya cinta dan membiarkan diri ini dicintai sepenuhnya. Dengan demikan, kita akan dapat merasakan kebahagiaan yang sejati.

4. Keadilan (Virtue of Justice)

Kebahagiaan ada ketika keadilan dijunjung tinggi, artinya tidak ada yang curang dan dicurangi. Sebagai manusia yang ada dalam suatu populasi, menghargai hak dan kewajiban antar sesama adalah hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Apabila hak dan kewajiban berjalan secara beriringan tentu tidak akan ada konflik yang menutupi kebahagiaan sejati. Untuk itu, keadilan, kesetaraan dan kemampuan mengenali kewajiban serta hak perlu untuk sama-sama ditanamkan dalam benak kita untuk kebahagiaan bersama serta tidak lupa menghindari sikap menghakimi diri sendiri maupun orang lain.

5. Tempramen (Virtue of Temperance)

Kebahagiaan dapat dicapai apabila kita sebagai manusia dengan emosi yang fluktuatif mampu mengekspresikan perasaan dan keinginan dengan baik. Kebahagiaan erat kaitannya dengan kontrol diri (self-control) yang baik, artinya apapun yang terjadi dalam hidup, kita tidak melakukan hal-hal yang nantinya akan kita sesali. Dengan kata lain, apapun yang kita lakukan atau ucapkan telah mengalami serangkaian proses terkait kontrol diri, kebijaksanaan dan kontemplasi.  Mengontrol diri sendiri memang bukanlah perkara yang mudah. Namun, bisa diupayakan dengan latihan dan belajar terus-menerus untuk menjadi pribadi yang dalam kendali diri sendiri, bijak dan rendah hati. Pribadi yang demikian akan lebih sering untuk tidak menampakkan atau menonjolkan diri baik dari segi perilaku, perkataan, maupun dalam cara berpakaian. Sebaliknya, pribadi yang berbahagia adalah mereka yang memilih untuk tetap dalam spektrum diri, bersahaja dan penuh dengan kebijaksanaan.

  1. Transendensi (Virtue of Trancendence)

Transendensi merupakan kekuatan emosi diri untuk menghubungkan diri sendiri dengan sesuatu yang besar atau permanen; misalnya masa depan, ketuhanan atau alam semesta. Dengan begitu, kita akan lebih mensyukuri hidup, merasa cukup dengan diri sendiri dan segala kelebihan serta kekurangannya. Kita merasa yakin terhadap kuasa Tuhan, mengimani setiap apa yang terjadi adalah sesuatu yang sarat makna untuk kebaikan kita. Kita akan selalu menjunjung harapan dan optimisme terhadap hari esok yang lebih baik, lebih bergairah dengan tidak lupa selalu mengampuni mereka yang telah menyakiti kita. Tanpa dendam, amarah yang didipendam, sebaliknya selalu bersemangat dan antusias dalam keceriaan. Mereka itulah definisi orang-orang yang patut berbahagia secara autentik.

***

Kebahagiaan autentik adalah kebahagiaan yang bisa diupayakan, tentunya bagi mereka yang mau berusaha untuk berbahagia yang sebenarnya. Kitapun bisa untuk menjadi salah satunya, manusia yang berbahagia secara autentik. Tentu bukan hal yang mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Mungkin kita bisa memulai dengan belajar untuk bersyukur dengan hal-hal sederhana yang sering kali kita lupakan. Mengapresiasi apa yang kita miliki sekarang, lalu tumbuhkan optimisme dalam diri bahwa kita semua patut berbahagia secara autentik!

Semoga semua makhluk berbahagia!

 

Positive psychology takes you through the countryside of pleasure and gratification, up into the high country of strength and virtue, and finally to the peaks of lasting fulfillment: meaning and purpose – Seligman

Apriastiana Dian Fikroti

Introvert, penyuka warna biru, ailuropbilia, penikmat kata dan kopi.

Previous
Previous

CURHAT: Saya Merasa Tidak Harmonis Lagi dengan Istri yang Saya Nikahi Selama 22 Tahun

Next
Next

Benarkah Bullying Merugikan Bagi Korban dan Pelaku?