Benarkah Bullying Merugikan Bagi Korban dan Pelaku?

Tindakan bullying merupakan tindakan yang merugikan, baik bagi pelaku dan korban. Pelaku berisiko mengalami masalah pengendalian emosi, kesulitan membangun relasi dan masalah psikologis lainnya. Korban sendiri (terutama anak dibawah umur) cenderung mengalami emotional withdrawal, bahkan ketika dewasa, mereka lebih rentan mengalami efek psikologis jangka panjang seperti depresi, kecemasan, kesulitan membangun hubungan, tidak percaya diri hingga berisiko bunuh diri daripada pelaku bully.

***

Berapa banyak kasus bullying terjadi di sekitar kita? Berita di media tentang tindakan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah maupun rumah seringkali terjadi dengan pelaku serta korban yang masih di bawah umur. Hal tersebut tentu saja meresahkan bagi kita, para orang tua, guru dan staf pengajar di sekolah, serta masyarakat pada umumnya. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah Karakter tahun 2014 di situs Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan bahwa hampir setiap sekolah di Indonesia terdapat kasus bullying terjadi.

Bullying terjadi bukan tanpa dampak yang lebih perlu kita waspadai. Ketika tindakan ini terjadi, dampaknya dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik mereka yang di-bully, pelaku bully dan para saksi bullying. Hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama adalah dampak dari tindakan bullying tersebut. Studi telah banyak menyebutkan dampak bullying bagi korban. Namun, bullying sejatinya tidak hanya berdampak pada korbannya saja, tetapi juga pelaku dan saksi bullying itu sendiri.

Artikel ini akan membahas tentang bagaimana dampak bullying terhadap korban, pelaku, juga saksi bullying.

Dampak Bullying Bagi Korban

Bullying dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental. Hal ini terjadi pada korban bullying. Ketika tindakan bullying terjadi pada mereka baik verbal, fisik, maupun psikologis/mental, korban akan mengalami sejumlah gangguan psikologis. Menurut sebuah studi di Yunani menyebut bahwa korban bullying tercatat mengalami gejala depresi, kecemasan, serta pemikiran bunuh diri. Studi lain menyebutkan bahwa korban bullying cenderung mengalami emotionally withdrawnsensitif, rasa marah yang meluap-luap, penurunan prestasi akademik, cenderung menghindari interaksi sosial, bahkan mengalami penarikan sosial sehingga ia tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Selain dampak-dampak psikologis tersebut, dampak fisik juga tidak jarang terjadi pada korban bullying. Beberapa diantaranya terkait psikosomatis seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, palpitasi, nyeri kronisgelisah karena bermasalah dengan tidur, serta rasa tidak aman ketika berada pada lingkungan yang berpotensi besar terjadi bullying.

Permasalahan-permasalahan tersebut bukan tidak mungkin akan terbawa hingga mereka dewasa. Dalam sebuah studi menyebutkan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa, korban bullying lebih rentan melakukan self-harm serta lebih sering berpikir tentang bunuh diri ketika mereka dewasa. Selain itu, efek kupu-kupu dari tindakan bullying yang terjadi pada korban yaitu, ia juga bisa menjadi pelaku bullying (bully-victim).

Baca juga: 19 Hal yang Perlu Dilakukan Terhadap Anak Pelaku Bullying (Part 1) di sini.

Dampak Bullying Bagi Pelaku  

Tindakan bullying merupakan tindakan yang merugikan. Tidak hanya korban, tindakan bullying juga merugikan bagi si pelaku. Pelaku bullying di usia remaja rentan terhadap masalah-masalah psikologi jangka panjang dan akan terbawa hingga dewasa jika tidak ditangani dengan tepat. Pelaku berisiko tumbuh menjadi seorang dewasa yang tidak bahagia. Ditambah lagi, pelaku bullying rentan mengalami masalah-masalah psikologis seperti masalah pengendalian emosi sehingga ia akan kesulitan membangun relasi/hubungan sosial maupun hubungan romantis.

Terdapat 2 macam pelaku bully, yaitu pure bully dan bully-victim. Pure bully atau pelaku bullying yang tidak mengalami pengalaman di-bully. Orang-orang ini adalah mereka yang selalu menempati peran dominan dan seakan-akan berada di puncak rantai makanan. Pure bully seperti tidak memiliki permasalahan psikologis yang berarti kecuali permasalahan moral dan tidak adanya empati. Pelaku bully semacam ini dapat berpotensi berkembang menjadi pribadi anti-sosial. Bully-victim adalah pelaku bullying yang dulunya di-bully/diintimidasi. Bully-victim seringkali lebih lemah secara fisik dibandingkan dengan mereka yang melakukan bully terhadapnya. Namun, hampir selalu lebih kuat dari korban mereka. Bully-victim cenderung mengalami kecemasan, gelisah, kesepian, impulsif dan tertekan hingga mereka dewasa. Mereka juga rentan dengan perilaku self-harm dan diketahui lebih sering melakukan bullyingcyberbullying daripada pure bully. Sama seperti korban bullying, bully-victim juga beresiko memiliki pemikiran bunuh diri (suicidal thought), gangguan depresi, kecemasan dan gangguan kepribadian anti-sosial.

Penelitian banyak terfokus pada dampak bullying terhadap korban saja, sehingga penelitian mengenai dampak bullying terhadap pelaku ketika dewasa masih sangat terbatas. Salah satu penelitian menyebut dampak bullying terhadap pelaku ketika dewasa yaitu, pelaku memiliki kecenderungan untuk berperilaku kriminal, vandalisme, menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan terlarang dan terlibat dalam aktivitas seksual dini. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku tumbuh menjadi seseorang yang agresif, temperamenbersikap kasar terhadap teman bahkan pasangan romantisnya.

Dampak Bullying terhadap Saksi bullying (Bystanders)

Kebanyakan kasus bullying mengesampingkan peran saksi tindakan tersebut. Saksi bullying (bystanders) sebenarnya memainkan peran penting dalam intimidasi. Ada beberapa bullying yang memerlukan audiensi sebagai bentuk dominasi mereka para pelaku bullying. Namun, alih-alih menghentikan tindakan bullying tersebut, saksi lebih sering diam, tidak melakukan apa-apa, mengabaikannya, berpura-pura tidak ada hubungannya dengan pelaku maupun korban bullying, atau bahkan menyaksikan bullying dengan antusias. Hal tersebut justru menimbulkan dampak negatif bahkan pada saksi bullying yang tidak melakukan apapun. Mereka cenderung mengalami masalah-masalah psikologis jangka panjang karena menganggap bullying adalah suatu tindakan yang normal dilakukan. Saksi bullying rentan dengan kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, juga bermasalah dengan prestasi akademik sehingga berdampak pada kesuksesan pada saat dewasa. Selain itu, saksi bullying juga cenderung mengalami rasa takut yang berlebih, tidak nyaman, rasa bersalah, dan perasaan tidak berdaya sehingga mempengaruhi tindakan mereka setelah terjadinya bullying. Mereka cenderung takut bergaul dan menghindari korban/pelaku bullying serta takut melaporkan tindakan bullying apabila terjadi lagi dikemudian hari.

***

Bullying bisa terjadi dimanapun. Dampaknya bahkan meluas tidak hanya terjadi pada korban saja. Namun, pelaku serta saksi bullying pun kini diketahui memiliki dampak yang sama dengan korban. Masalah-masalah psikologis dan fisik tidak jarang terjadi pada anak-anak remaja yang terlibat dalam tindakan bullying. Masalah-masalah tersebut bukan tidak mungkin akan terbawa hingga mereka dewasa. Hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama, para orang tua, guru dan staf pengajar di sekolah dan juga kita sebagai masyarakat umum bahwa bullying tidak seharusnya terjadi pada anak-anak kita, anak Indonesia. Sudah seharusnya, bullying kita jadikan sebagai salah satu permasalahan bersama dan menjadi tanggung jawab kita bersama. Anak-anak dengan masa depan mereka yang gemilang tidak seharusnya runtuh akibat bullying di masa remajanya.

Kita sebagai orang tua, masyarakat umum, atau staf pengajar di sekolah hendaknya mulai memberi perhatian lebih terhadap adanya faktor-faktor yang beresiko terjadi tindakan bullying. Dalam lingkup keluarga dan sekolah, orang tua dan guru perlu menanamkan konsep diri yang matang, kepercayaan diri yang kuat, keterampilan sosial yang baik, banyak mendengarkan pendapat anak, komunikasi yang berkualitas, budaya sekolah yang berorientasi pada pembelajaran, kelompok belajar yang positif. Bagi masyarakat tentu bisa berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman, suportif dan mengarah ke hal-hal yang positif. Orang tua, guru dan masyarakat hendaknya bersama-sama berperan dalam kehidupan sekolah anak-anak untuk menghindari terjadinya tindakan bullying yang merugikan.

Baca juga: 19 Hal yang Perlu Dilakukan Terhadap Anak Pelaku Bullying (Part 2) di sini.

 

Let others know the importance of mental health !

Isnaniar Noorvitri

She writes mostly in relationship and compassion. Meet her at instagram @isnaniarr

Previous
Previous

Memahami Konsep Kebahagiaan Martin Seligman

Next
Next

CURHAT: Saya Terjebak dalam Hubungan yang Membuat Saya Gagal Menjaga Kehormatan Sebagai Perempuan. Apa yang Harus Saya Lakukan?