CURHAT: Saya Tak Kunjung Mendapatkan Restu untuk Menikah, Karena Orang Tua Takut Pernikahan Saya Gagal Seperti Mereka
Curhat
Akhir-akhir ini saya merasa ada yang mengganjal di pikiran sehingga saya sering bingung dan gelisah. Sebetulnya saya ingin menikah, akan tetapi orang tua belum memberi restu pada saya dan pasangan. Ketika saya menanyakan alasan mengapa saya belum diberi restu, jawabannya sungguh membuat saya semakin sedih. Orang tua saya takut pernikahan saya akan gagal seperti pernikahan mereka. Maka dari itu, saya disuruh untuk benar-benar mengenal pasangan saya lebih jauh. Padalah, saya merasa sekarang ini saya sudah cukup siap untuk menikah. Secara pribadi, saya memiliki kebutuhan batin yang tidak bisa terpenuhi oleh saya sendiri ataupun orang tua yang telah lama berpisah. Saya membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari pasangan saya setiap harinya. Terkadang, secara tidak sadar saya justru menggantungkan semua kebutuhkan kasih sayang saya pada pasangan sehingga sayapun merasa saya adalah pasangan yang posesif. Hal ini karena saya sudah tidak mungkin mendapat kasih sayang dari kedua orang tua yang telah lama berpisah. Sebenarnya saya tidak menginginkan diri saya untuk menjadi posesif, saya ingin lebih bisa tegar menghadapi semuanya.
Gambaran: Perempuan, 20 Tahun, Pegawai Swasta.
Jawaban Pijar Psikologi
Terima kasih atas kepercayaanmu untuk bercerita di Pijar Psikologi.
Rasanya gelisah sekali ya saat kita memiliki suatu kebutuhan yang belum bisa segera terpenuhi. Bingung sekali rasanya memikirkan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi kegelisahan ini. Terlebih lagi, kegelisahan ini menyangkut kebutuhan akan kasih sayang yang merupakan kebutuhan mendasar manusia. Memiliki hubungan yang kurang dekat dengan orangtua bisa jadi membuat pemenuhan kebutuhan ini kurang optimal. Sebelum kita membahas hal ini lebih jauh, kami, Pijar Psikologi sangat mengapresiasi pilihanmu untuk tetap meminta restu dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh orangtua. Hal ini bisa jadi merupakan hal yang sangat sulit untuk dilakukan, akan tetapi kamu tetap mampu bertahan hingga saat ini.
Berdasarkan ceritamu, kamu menyadari bahwa saat ini dirimu cenderung bersikap posesif terhadap pasangan. Munculnya keinginan untuk mengatasi sikap posesif ini mungkin menunjukkan bahwa kamu menyadari jika sikap tersebut bisa memiliki pengaruh negatif terhadap hubungan dengan pasangan. Kesadaran ini merupakan langkah awal yang sangat baik, agar kamu dapat mengatasi sikap posesif tersebut. Namun, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu bagaimana sikap tersebut muncul. Berikut adalah penjelasan yang mungkin sesuai dengan apa yang kamu alami saat ini.
Berada dalam keluarga yang tidak lagi utuh (orangtua bercerai) boleh jadi bukanlah hal yang mudah. Ada kemungkinan pemenuhan kebutuhan kasih sayang menjadi kurang optimal karena interaksi yang kurang dekat dengan orangtua. Interaksi dengan orangtua biasanya membentuk pondasi bagi kita untuk berinteraksi dengan orang lain, termasuk dengan lawan jenis dalam membangun hubungan romantis. Pengalaman memiliki interaksi yang kurang dekat dan mengalami perpisahan dengan orangtua dapat memicu individu untuk membentuk keyakinan bahwa orang yang disayangi akan meninggalkannya. Keyakinan tersebut dapat terus terbawa ketika berinteraksi dengan orang lain meskipun tanpa disadari, termasuk ketika berinteraksi dengan pasangan.
Rasa takut akan ditinggalkan oleh orang yang disayangi memicu individu untuk terus meminta perhatian dari pasangan sebagai cara untuk meyakinkan diri bahwa pasangan tidak
akan meninggalkannya. Ada kalanya ketika pasangan tidak memberikan perhatian seperti yang diinginkan, situasi tersebut bisa disalahartikan sebagai tanda bahwa pasangan tidak benar-benar menyayangi dan suatu saat akan meninggalkannya, meskipun sebenarnya belum tentu demikian. Rasa takut yang ada memicu untuk terus-menerus menuntut pasangan untuk memberikan perhatian seperti yang diinginkan. Biasanya individu juga sulit membangun kepercayaan dengan pasangan, kecurigaan bahwa pasangan akan berpaling kepada orang lain seringkali terjadi. Akibatnya pasangan dari individu yang mengalami rasa takut ini lama-kelamaan bisa menjadi lelah karena seolah-olah dituntut untuk terus memberi perhatian di luar kemampuannya. Kemudian perpisahan bisa saja terjadi, sehingga semakin meyakinkan individu bahwa orang yang dicintai memang akan meninggalkannya.
Baca juga: Posesif: Tentang Caraku Mencintaimu di sini.
Berdasarkan penjelasan tersebut, mungkin kamu bisa menyadari bahwa ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang disayangi merupakan pikiran yang memicu sikap posesif terhadap pasangan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi sikap posesif ini adalah dengan mengendalikan pikiran yang memicunya. Mengendalikan pikiran bisa dilakukan dengan cara berlatih untuk menemukan pikiran alternatif dari setiap pikiran yang memicu untuk bersikap posesif. Contoh:
Pikiran Pemicu Posesif
Dia tidak perhatian padaku, jangan-jangan dia tidak cinta padaku.
Pikiran Alternatif
Bukan berarti dia tidak cinta, tapi mungkin dia sedang sibuk dan lelah sekarang, bisa jadi ini giliranku untuk memberikan perhatian kepadanya.
Pikiran Pemicu Posesif
Semua orang yang aku cintai akan meninggalkanku.
Pikiran Alternatif
Aku memang pernah mengalami perpisahan dengan orang yang kucintai, tapi bukan berarti tidak ada orang yang mencintaiku.
***
Kalimat-kalimat sebelumnya hanya berupa contoh yang bisa kamu jadikan acuan. Kamu bisa berlatih untuk mengidentifikasi pikiran apa yang memicu sikap posesif dan kemudian mencari pikiran alternatif yang dapat membuatmu merasa lebih baik. Kamupun bisa mencoba berbagai kalimat sampai menemukan pikiran alternatif yang sesuai dengan kondisimu.
Namun, apabila kamu masih merasa kesulitan untuk mengendalikan sikap posesif mu, ada baiknya kamu melakukan konsultasi secara langsung dengan psikolog. Psikolog dapat memfasilitasi kamu untuk mengidentifikasi pikiran yang memicu sikap posesif dan membantu kamu berlatih menemukan pikiran alternatifnya. Lebih jauh lagi, psikolog juga bisa mendampingi kamu memaknai kembali pengalaman interaksi kamu dengan orangtua yang mungkin masih mempengaruhi cara kamu berinteraksi dengan orang lain saat ini.
Semoga apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat untukmu. Kami, Pijar Psikologi tturut mendoakan yang terbaik untukmu.
Terima kasih telah berbagi.
Salam,
Pijar Psikologi.