Relawan Bencana dan Upaya Menjaga Kesehatan Mental Saat Bertugas
Bencana yang terjadi, berdampak tidak hanya secara material namun juga secara psikologis. Korban terdampak bencana kerap mengalami trauma psikologis serta kesulitan akses terhadap bahan logistik maupun informasi. Berbagai upaya dilakukan untuk memulihkan keadaan tempat tedampak bencana termasuk dengan mengirim relawan. Bantuan yang datang kemudian disalurkan lewat relawan yang berada di tempat terdampak bencana. Relawan yang datang ke tempat terdampak bencana memiliki berbagai peran bahkan kerapkali memiliki peran ganda seperti menyalurkan bantuan logistik, sekaligus melakukan penanganan psikososial. Ketika sudah sampai ke tempat terdampak bencana, bukan tidak mungkin relawan juga mengalami trauma selama menjalani tugas.
Relawan dan Trauma Paska Tugas
Tidak semua relawan mendapatkan pembekalan baik pelatihan secara psikologis atau keterampilan teknis sebelum berangkat ke tempat terdampak bencana. Karena urgensinya, dengan keinginan pribadi, terdapat relawan yang berangkat ke tempat bencana padahal belum memiliki pengalaman dengan situasi bencana sebelumnya. Ada juga beberapa relawan yang sudah pernah berada di daerah terdampak bencana dan hal ini jelas memberikan keuntungan secara pengalaman bagi dirinya. Namun bagi relawan yang belum pernah ke daerah terdampak bencana atau baru pertama kali datang pasti memiliki reaksi yang berbeda dengan yang sudah berpengalaman. Reaksi ini dapat berupa kekagetan atau kesulitan dalam proses adaptasi dengan lingkungan terdampak bencana. Menjadi relawan berarti harus mengikuti pula keadaan di tempat terdampak bencana tidak terkecuali tidur di dalam tenda atau akses sanitasi yang seadanya.
Relawan yang berangkat ke tempat terdampak bencana tanpa persiapan dan bekal pengalaman sebelumnya memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami stres bahkan trauma. Menurut data, sebanyak 24,2% relawan mengalami trauma sepulang menjalani aktivitasnya sebagai relawan. Trauma tersebut dapat berupa kesulitan untuk mengatur emosi, kesulitan dalam mengambil keputusan, masalah dalam hubungan dengan orang lain, serta kehilangan makna dan harapan hidup. Beberapa trauma ini muncul karena saat di tempat terdampak bencana, relawan melihat kondisi korban dan merasakan empati yang terlalu dalam hingga memengaruhi proses kognisi mereka dalam menghadapi persoalan yang ada di sekitar.
Menjaga Kesehatan Mental pada Relawan
Saat mengetahui berita bencana yang terjadi di suatu tempat, respon pertama yang kita rasakan tentu saja empati dan keinginan untuk membantu. Bantuan tersebut dapat berupa bantuan finansial maupun bantuan tenaga seperti dengan menjadi relawan. Namun, relawan juga manusia biasa yang bisa terdampak oleh kondisi di tempat bencana, terlebih bila tak memiliki persiapan yang mumpuni. Relawan perlu menjaga kesehatan mental yang dimilikinya agar aktivitasnya menjadi relawan tidak malah menjadi bumerang bagi dirinya, alih-alih mengganggu kondisi kesehatan mental.
Bergabung dengan Organisasi Relawan
Keinginan untuk membantu atau terlibat dalam menolong penyintas bencana pasti dimiliki oleh banyak orang. Namun perlu diingat bahwa keinginan untuk menjadi relawan harus diikuti dengan pengetahuan mengenai kerelawanan dan manajemen bencana. Pengetahuan dan keterampilan mengenai kerelawanan bisa didapat melalui pelatihan secara mandiri. Hal itu bisa dicapai dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh suatu lembaga atau dengan bergabung bersama organisasi kerelawanan. Terdapat berbagai macam organisasi kerelawanan yang dapat diikuti apabila memang memiliki keinginan untuk menjadi relawan. Organisasi itu antara lain Save the Children, yaitu organisasi kerelawanan yang berfokus pada anak-anak termasuk pada anak terdampak bencana. Terdapat pula organisasi kerelawanan yang berbasis wilayah seperti Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur dan tentunya masih banyak organisasi atau komunitas kerelawanan lain. Melalui organisasi kerelawanan, kita akan mendapatkan bekal mengenai kesiapan ketika berada di tempat terdampak bencana.
Berbincang dengan Sesama Relawan
Berbincang menjadi salah satu sarana untuk dapat menjaga kesehatan mental. Entah itu berbincang dengan senior atau dengan sesama relawan ketika berada di tempat terdampak bencana. Perbincangan dapat seputar masalah yang terjadi di tempat bencana atau mengenai kondisi emosional selama di tempat pengabdian.
Berbincang dengan sesama relawan juga dapat dijadikan sarana untuk mencari informasi mengenai bagaimana agar dapat bertahan ketika menjadi relawan, atau berbagi pengalaman selama menjadi relawan. Berbincang menumpahkan keluh kesah dan perasaan yang dirasakan juga dapat mencegah permasalahan yang menumpuk dan mengganggu kesehatan mental.
Pahami Kemampuan Diri
Tidak semua orang memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menjadi relawan. Walaupun, kemauan membantu dapat dimiliki oleh semua orang. Namun, memutuskan untuk berangkat menjadi relawan ke tempat terdampak bencana bukanlah hal yang dapat dilakukan tanpa persiapan. Memahami kemampuan apa yang dapat dilakukan untuk membantu saat berada di tempat terdampak bencana adalah hal yang penting. Ini dilakukan agar keberangkatan kita sebagai relawan menjadi bantuan bukan malah merugikan, terutama untuk diri sendiri. Karena sebelum membantu orang lain, terlebih dahulu kita harus dapat menjaga diri kita sendiri.