Mengenal Lebih Dekat Kepribadian Paranoid

unsplash-image-j8a-TEakg78.jpg

“Penyakit mental bukan suatu hal yang memalukan, tetapi stigma dan biaslah yang mempermalukan kita semua.”-Bill Clinton

Pernahkah Anda menemui orang yang selalu merasa takut dan khawatir akan kehadiran orang lain? Atau pernahkah Anda mengalaminya sendiri? Terkadang merasa takut memang hal yang wajar. Akan tetapi, ketika rasa takut itu sudah berlebihan bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari, Anda perlu waspada. Bisa jadi hal tersebut merupakan indikasi gangguan kepribadian paranoid. Untuk itu, mari simak pengetahuan seputar gangguan kepribadian paranoid berikut supaya Anda tidak salah menafsirkan rasa takut.

Kenali gangguan kepribadian paranoid

Manusiawi sekali jika Anda memiliki rasa takut dan kewaspadaan tingkat tinggi. Karena terkadang Anda melakukannya demi keamanan, kan? Namun, kalau rasa takut dan curiga itu terus-menerus menyelimuti pikiran bahkan mengubah tingkah laku Anda terhadap orang lain, bisa jadi tidak baik lho! Nah, di dalam ilmu psikologi, terdapat istilah Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Paranoid). Gangguan ini dapat diklasifikasikan sebagai salah satu gangguan kepribadian klaster A (ganjil dan eksentrik). Kepribadian paranoid ditandai dengan rasa tidak percaya dan curiga yang berlebihan serta tidak menghargai (lack of respect) orang lain. Individu dengan gangguan kepribadian paranoid juga terobsesi dengan perasaan ingin balas dendam yang termanifestasi dalam tindakan genosida4.

Awal kemunculan gangguan kepribadian paranoid ini diawali dengan pergolakan kepercayaan dan perasaan diri “sedang diserang” yang dialami oleh seseorang2. Orang dengan gangguan kepribadian paranoid selalu merasa tidak percaya, curiga, dan dengki kepada orang lain tanpa sadar dan dasar yang jelas. Sikap inilah yang membuat hubungan interpersonal mereka terganggu karena ada keyakinan dalam diri mereka bahwa orang lain dapat mencelakai dirinya. Siapa sangka kepribadian paranoid ini ternyata juga dimiliki oleh beberapa tokoh ternama dunia seperti Joseph Stalin, Saddam Husein, dan Richard M. Nixon.  Nah, berikut ini merupakan ciri-ciri orang dengan gangguan kepribadian paranoid:

  • Kepekaan yang berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan

  • Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, seperti menolak memaafkan sesuatu masalah kecil

  • Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mengartikan tindakan orang lain yang netral maupun bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan dan penghinaan

  • Kecurigaan yang berulang dan tanpa dasar (justifikasi)

  • Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan

  • Kecenderungan untuk membaca adanya maksud merendahkan atau mengancam yang tersembunyi di balik ucapan manis orang lain

  • Merasa ragu-ragu dengan loyalitas teman maupun orang di sekitar

Kenapa bisa terkena gangguan kepribadian paranoid, ya?

Sesungguhnya memiliki gangguan kepribadian bukanlah sebuah pilihan. Orang dengan gangguan kepribadian paranoid tidak pernah menginginkan dirinya memiliki kecurigaan yang begitu besar terhadap orang lain. Kontribusi biologis maupun psikologis dapat menjadi alasan munculnya kepribadian paranoid. Kelekatan yang tidak aman (insecurity attachment) dapat mengembangkan psikosis, stres, dan pemikiran paranoid5. Kelekatan tidak aman didefinisikan dengan lingkungan yang tidak  menyenangkan dan membuat individu sulit melalui masa stres dalam hidupnya. Ketika individu berada di lingkungan yang tidak nyaman, maka ia akan merespons negatif pemikiran dan perilaku orang lain, serta lebih rentan terhadap stres.

Individu yang mengalami paranoid memiliki self-esteem yang rendah. Kondisi tidak nyaman tersebut disebabkan oleh tidak adanya kelekatan dengan orangtua dan lingkungan sosial. Hal ini dapat menimbulkan gangguan paranoid karena individu tersebut selalu merasa orang lain dapat mengancam posisi dan harga dirinya. Cara yang maladaptif dalam melihat dan mempersepsikan dunia juga dapat menjadi pemicu munculnya kepribadian paranoid. Misalnya asumsi “orang-orang itu adalah pembohong”, “orang-orang itu akan mencelakaiku”, dan pemikiran negatif lainnya. Pola asuh orangtua memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan. Jika orangtua mengajari anak untuk terlalu berhati-hati dan tidak boleh membuat kesalahan secara berlebihan, memungkinkan anak memiliki kewaspadaan tingkat tinggi yang tidak wajar.

Apa yang bisa kita lakukan untuk mereka?

Orang dengan gangguan kepribadian paranoid tentu saja tidak mudah percaya dengan orang lain. Bahkan mereka cenderung tidak mencari bantuan profesional untuk menangani diri mereka. Mereka kesulitan untuk membangun hubungan yang hangat dengan orang lain. Biasanya, orang dengan gangguan kepribadian paranoid akan mencari bantuan ketika ada krisis dalam hidupnya. Nah, dekati mereka secara perlahan dan coba untuk memanggil terapis atau psikolog. Terapis akan berusaha membangun suasana yang kondusif untuk memunculkan rasa percaya. Seringkali, terapi yang digunakan adalah terapi kognitif untuk menangkal asumsi keliru tentang orang lain yang berniat menyakiti.

  • Fokus terapi kognitif adalah menumbuhkan keyakinan bahwa tidak semua orang adalah pembohong, pendusta, dan berbahaya. Bersamaan dengan terapi, dukungan sosial merupakan hal yang esensial untuk mengalihkan pikiran-pikiran orang dengan gangguan paranoid. Peran keluarga, sahabat, maupun orang terdekat juga dapat membantu mereka mengubah sikap dan perilaku. Oleh sebab itu, berhati-hati dalam kadar yang wajar adalah hal benar, tetapi sikap curiga berlebih yang menguasai pikiran hanya akan merugikan diri sendiri dan juga orang lain.

Jadi, kehadiran mereka di dunia ini bukanlah untuk dipojokkan. Melainkan merupakan kesempatan bagi kita semua untuk belajar berempati dan bersyukur dengan keadaan kita saat ini.

Sumber Data Tulisan

  • 1 Durand, Mark & David H. Barlow. 2007. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

  • 2Dutton, Donald G., dkk. 2013. Paranoid Thinking in Mass Shooters. Aggression and Violent Behavior 18, page 548-553.

  • 3http://healthresearchfunding.org/famous-people-paranoid-personality-disorder/

  • 4Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III dan DSM 5

  • 5Sitko, K., dkk. 2016. The Dynamics of Attachment Insecurity and Paranoid Thoughts: An Experience Sampling Study. Psychiatry Research, 246, page 32-38.

Nurkhalisha Ersyafiani

Mahasiswi Psikologi. Penikmat seni dan pecinta kuliner yang suka berdialog dengan menulis

Previous
Previous

Mengantre dari Kacamata Psikologi

Next
Next

Bystander Effect: Menolong Tidak Harus Memilih Situasi dan Kondisi