Berhentilah Berusaha Menyelesaikan Depresimu Sendiri

Setelah saya buka-bukaan mengenai depresi yang saya alami tahun lalu, lebih dari 70 orang menghubungi saya untuk bercerita, baik itu teman lama atau orang yang sama sekali asing. Semuanya bercerita kepada saya tentang hal yang sama bahwa mereka mengalami gangguan mental dalam berbagai bentuk: entah itu depresi, kecemasan, kesedihan berkepanjangan, perasaan bersalah, rasa marah, ingin menangis setiap hari hingga pikiran bunuh diri.

Namun, ketika saya bertanya apakah sudah pernah coba ke psikolog, mayoritas belum pernah. Fenomena yang sama juga terjadi di layanan konsultasi gratis Pijar Psikologi. Data kami di tengah tahun ini menunjukan bahwa hanya 8.3% atau sekitar 33 dari 400 orang yang konsultasi di website kami yang sudah pernah mengunjungi profesional. Padahal orang-orang yang curhat ke saya ataupun melalui Pijar Psikologi sudah merasa ada sesuatu yang salah di diri mereka sejak berminggu-minggu atau bulan lamanya.

Maka dari itu, kemarin saya menuliskan artikel mengenai perjalanan saya bolak-balik 42 kali sesi terapi dengan psikolog, psikiater dan terapis kesehatan mental lain. Saya ingin menyampaikan pesan kepada orang-orang di sekitar saya bahwa “it’s okay to visit psychologist”. Bagi saya, ke psikolog sama saja seperti kita pergi berobat ke dokter setelah 4 hari demam tidak reda.

Sama halnya seperti dokter yang membantu penyembuhan fisik kita, jiwa kita pun butuh dibantu oleh tenaga profesional seperti psikolog dan psikiater saat kita sudah tidak bisa mengendalikan diri kita. Berhentilah berusaha menyelesaikan masalahmu sendiri. Berhentilah menganalisis pikiranmu sendiri, berusaha memecahkan teka-teki depresi seakan depresi adalah teka-teki silang yang perlu kamu selesaikan. Jika kamu bersikukuh untuk tidak bercerita, tidak meminta bantuan psikolog, maka kamu hanya akan terjebak dalam labirin ruminasi di pikiranmu. Ruminasi adalah ketika kamu berusaha menganalisis depresi yang kamu alami, dengan tujuan untuk sembuh, akan tetapi kamu justru semakin pusing dan terjerumus dalam kesedihan tak henti.

Memang, ada kasus depresi yang bisa hilang dengan sendirinya. Penelitian di Belanda menunjukan bahwa ada sebagian orang yang episode depresinya ‘sembuh’ sendiri setelah 3 bulan, ada juga yang setelah 6 bulan, tapi ada juga sebagian orang yang depresinya bertahan hingga 2 tahun atau lebih. Perbedaan ini terjadi tergantung dari tingkat keparahan depresi yang dialami dan juga komorbiditas dengan gangguan lain, artinya seseorang mengalami lebih dari satu jenis gangguan mental dalam waktu bersamaan.

Memang ada sebagian orang yang beruntung dan depresinya bisa hilang tanpa bantuan profesional. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang memang tidak memiliki kerentanan depresi di badan mereka. Depresi yang mereka alami biasanya disebabkan oleh satu peristiwa yang sangat mengguncang misalnya kematian, ditinggal kekasih, atau putus pacar. Yang mereka alami dinamakan duka cita (grief) dengan gejala depresi. Beberapa orang dapat mengikhlaskan duka itu seiring waktu. Dalam kasus putus pacar atau perceraian, ‘depresi’ mereka bisa hilang ketika mereka mendapat pasangan baru.

Yang sulit adalah orang-orang yang pemicu depresinya tidak jelas. Depresi mereka dimulai karena permasalahan biologis, permasalahan eksistensial, atau karena menghadapi quarter life crisis yang memang cukup kompleks. Orang-orang yang merupakan korban bully dari kecil, atau orang-orang yang pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual ketika kecil. Orang-orang yang sejak kecil merasa terabaikan, orang-orang yang merasa alien dari kecil. Orang-orang yang menyimpan luka batin dan ditumpuk-tumpuk bertahun lamanya. Seperti bom waktu, tiba-tiba orang-orang itu tidak dapat mengendalikan isi pikiran dan emosinya. Mereka sedih berbulan-bulan tanpa tau apa penyebabnya.  Mereka menyalahkan pekerjaan, mereka menyalahkan skripsi, mereka menyalahkan orang tua, padahal masalah sebenarnya terletak jauh di alam bawah sadar mereka.

Orang-orang tipe kedua inilah yang lebih membutuhkan bantuan professional karena akar masalah mereka adalah lapisan luka batin yang kecil-kecil, namun sangat banyak. Sering kali orang-orang ini tidak bisa mengidentifikasi masalah sebenarnya. Jika kamu menyadari bahwa kamu masuk dalam kategori kedua, maka saya menyarankan kamu segera mencari bantuan profesional.

Jangan korbankan pertemananmu, pacarmu, orang tuamu, pekerjaanmu dan potensi dirimu hanya karena kamu menganggap ke psikolog hanya untuk orang gila.

Mau sampai kapan menyimpan sedihmu sendiri? Mau sampai kapan menyimpan depresimu sendiri? Sampai kamu berpikir untuk menyerah?

Sampai kamu terpaksa keluar kerja?

Sampai pacar dan sahabatmu lelah menghadapimu dan akhirnya meninggalkanmu?

Tolong berhenti untuk menyembuhkan dirimu sendiri. Ada saatnya kamu harus ditolong dan meminta pertolongan. Sama seperti asma, kanker, atau bahkan penyakit fisik yang lebih ringan seperti demam dan flu, ada saatnya kita butuh bantuan profesional.

Kamu, butuh bantuan professional.

***

Disclaimer, artikel ini ditujukan untuk orang-orang yang sudah mengalami sedih berkepanjangan berbulan-bulan, disertai dengan produktivitas kerja yang menurun hingga terancam dikeluarkan dari tempat kerja atau dropout kuliah. Juga ditujukan untuk orang-orang yang relationship-nya (teman, pacar, keluarga) mulai bermasalah semenjak munculnya gangguan emosi dan pikiran.

Jika kamu terkendala permasalahan finansial dan tidak bisa terapi, silahkan baca artikel mengenai “Yang Harus Dilakukan Saat Depresi” atau tunggu artikel berikutnya di Pijarpsikologi.org mengenai self-healing minim budget.

Let others know the importance of mental health !

Regis Machdy

A psychology graduate, an old soul, currently progressing to be a mindfull human being. Find me on www.svadharma.net

Previous
Previous

Meditasi dan Ketangguhan Mental

Next
Next

CURHAT: Haruskah Saya Bertahan dengan Pasangan yang Tidak Saya Cintai?